Rabu, 02 Juli 2008

Mencari Hakekat kebahagiaan

Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua
hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan,
minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan
kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian, ketenteraman,
kasih-sayang dan cinta. Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya
manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan
badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan
rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia.

Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi.
Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung.
Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah
rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki
rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani.
Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan
pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan
cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tak
berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk
dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih. Dalam rangkaian
metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap :
Takhalli,Tahalli, dan Tajalli.

Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan
hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus
dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak,
istri, harta dan segala keinginan duniawi. Dunia dan isinya, oleh para
sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita
meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada
dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan,
kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk
kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu
melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.

Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang
telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini,
hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan
mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tak ada
yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia,
bagi hati yang telah tahalli, tak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya
untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran
kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya,
anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir.
Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tak henti-hentinya didengungkan
setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat.Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati
akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu.
Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tak akan menyertai kita saat
maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali
memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih
jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.

Setelah tahap 'pengosongan' dan 'pengisian', sebagai tahap ketiga adalah
Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap
dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata'ala. Ia lebur bersama
Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam
keridho'an-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma'rifah, orang yang
sempurna sebagai manusia luhur. Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya
sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan lagi hewan, tapi seorang
malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai ketinggian
kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap
ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah.

Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai
derajat tertinggi kerohanian manusia. Derajat ini pernah dilalui oleh
Hasan Basri, Imam Junaidi al-Baghdadi, Sirri Singkiti, Imam Ghazali, Rabiah
al-Adawiyyah, Ma'ruf al-Karkhi, Imam Qusyairi, Ibrahim Ad-ham, Abu Nasr
Sarraj, Abu Bakar Kalabadhi, Abu Talib Makki, Sayyid Ali Hujweri, Syekh
Abdul Qadir Jaelani, dan lain sebagainya. Tahap inilah hakekat hidup dapat
ditemui, yaitu kebahagiaan sejati.
Wallahu a'lam

Rizqon Khamami.
www.PesantrenVirtual.com ]
Hak cipta © 1999-2003 PesantrenVirtual.com.
Informasi: info@pesantrenvirtual.com

Tidak ada komentar: